GRESIK – Fenomena maraknya oknum mengaku sebagai wartawan dan LSM yang diduga kerap memalak dan memeras kepala desa di wilayah hukum Kabupaten Gresik menjadi perhatian serius Kejaksaan Negeri (Kejari) Gresik. Mereka diduga kerap menakut-nakuti kepala desa dengan mengancam akan melaporkan kasusnya ke kejaksaan dan kepolisian jika permintaannya tidak dituruti.
Para oknum LSM dan kelompok yang mengaku wartawan, modusnya mengirim surat dengan meminta informasi berapa anggaran proyek, atau anggaran kegiatan tertentu. Misalnya, dengan kalimat: “Kami tunggu jawabannya selama 7 hari sejak dimasukkan surat ini. Apabila sampai 7 hari tidak ada tanggapan dari yang bersangkutan, maka laporan ini kami naikkan ke tingkat yang lebih tinggi”.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Gresik Nana Riana meminta agar para kepala desa melaporkan ancaman-ancaman dalam bentuk suara maupun surat. Menurut Nana, contoh surat di atas termasuk ancaman masuk pada kategori tindak pidana.
“Surat-surat semacam itu merupakan ancaman sudah memenuhi unsur pidana. Maka segera laporkan ke APH (Aparat Penegak Hukum, Red), tentu laporkan ke pihak kepolisian yang bisa menindak, karena masuk tindak pidana umum,” jelas Nana Riana saat menerina audensi pengurus Komunitas Wartawan Gresik (KWG) di Kantor Kejari Gresik, Jumat (19/5/2023).
Saat audensi dan dialog dengan KWG, terkait surat yang kerap dilayangkan oknum LSM/wartawan dengan nada ancaman tersebut, Nana mengaku heran, dan nampak raut wajahnya tersenyum sambil menggelengkan kepalanya. Sebab, katanya, APH saja tidak bisa sembarangan meminta data ke pihak-pihak tertentu tanpa ada landasan hukum yang jelas.
“Kami (kejaksaan) saja tidak bisa meminta data anggaran di luar prosedur hukum. Dengan surat itu mereka seolah lebih memiliki kewenangan dari APH. Kami meminta kepada kepala desa yang disatroni mereka (kelompok berkedok LSM dan wartawan) dengan mengancam untuk segera melaporkan ke APH. Kalau kami secara kewenangan bisa menindak, maka akan kita tindaklanjuti secara serius,” ujarnya.
Ketua KWG Miftahul Arif memberikan penjelasan tata cara dan prosedur kerja wartawan hasil liputan berkaitan dengan produk berita sesuai dengan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Wartawan bekerja secara terukur dan diatur oleh peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh Dewan Pers.
“UU Pers memberikan mandat Dewan Pers yang diakui negara untuk mengatur tata kerja wartawan. Dan di Indonesia Dewan Pers hanya satu. Sedangkan Dewan Pers sudah mengeluarkan aturan uji kompetensi wartawan atau UKW. Ini semua tujuanya untuk menertibkan pelaku pers di lapangan. Maka, kami berharap seluruh pemangku kebijakan bisa membedakan mana yang berkedok wartawan dan wartawan sungguhan,” ungkap Kaji Mif, panggilan akrab Miftahul Arif.
Sementara itu, keluhan dari sejumlah kepala desa (Kades) di wilayah hukum Kabupaten Gresik atas ulah beberapa orang yang mengaku sebagai wartawan dan LSM terus bermunculan.
Seperti disampaikan Kades Cermen Lerek, Kecamatan Kedamean, Suhadi, bahwa keberadaan mereka sudah sangat meresahkan. Dampaknya, ia mengaku tidak bisa maksimal melaksanakan program desa, karena mereka hampir setiap waktu menganggu dan menakut-nakuti kami.
“Kalau dibilang takut, kami tidak takut. Karena kami tidak melanggar hukum. Meski mereka terus mencari celah agar kami bertekuk-lutut dan mengikuti kemauan mereka. Kami sangat berharap agar APH bisa memberantas mereka agar kami bisa tenang melaksanakan tugas-tugas kami,” tegas Suhadi yang juga menjabat Ketua AKD Kecamatan Kedamean.
Suhadi meminta semua kades yang melaksanakan program pembangunan desa agar tidak takut dengan ancaman itu. Jika para Kades saat menggunakan anggaran desa sesuai dengan arahan dan petunjuk kejaksaan, dipastikan tidak ada penyelewengan.
“Saat ini, Kejari Gresik telah melaksanakan program MoU dengan Pemerintah Desa se-Kabupaten Gresik dengan datang langsung ke desa untuk memberikan penyuluhan hukum dan teknis pengelolaan anggaran desa yang benar. Jika ada yang tidak tahu dan bimbang penggunaaan anggaran Desa, kejaksaan siap memberikan arahan,” tandasnya. (sto)